DPP K-SBSI Nyatakan Sikap Tolak Kenaikan Upah Minimum 2025 Berdasarkan PP 51 Tahun 2023

DPP K-SBSI Nyatakan Sikap Tolak Kenaikan Upah Minimum 2025 Berdasarkan PP 51 Tahun 2023


Buruh Asahan - Dewan Pengurus Pusat Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP K-SBSI), melalui pernyataan resmi yang ditandatangani oleh Ketua Umum Johannes Dartha Pakpahan, S.H., M.A., dan Sekretaris Jenderal Hendrik Hutagalung, S.H., dengan tegas menyatakan sikap penolakan terhadap rencana kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 yang akan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.

Keputusan ini didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang dinilai harus diimplementasikan dengan mengedepankan kebutuhan hidup layak para pekerja. Dalam pernyataan sikapnya, DPP K-SBSI mengajukan beberapa poin penting untuk menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.

Menuntut Implementasi Putusan MK

DPP K-SBSI mendesak pemerintah agar benar-benar melaksanakan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, yang berimplikasi pada proses penetapan upah minimum tahun mendatang. "Kami meminta kepada pemerintah agar melaksanakan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023," tegas Johannes Dartha Pakpahan, S.H., M.A., Ketua Umum DPP K-SBSI.

Penolakan Kenaikan Upah Berdasarkan PP 51 Tahun 2023

DPP K-SBSI dengan tegas menolak kenaikan upah minimum tahun 2025 yang hanya berlandaskan PP 51 Tahun 2023, karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi ekonomi yang sebenarnya dan tidak mencerminkan kebutuhan dasar para pekerja. Mereka berharap kenaikan upah minimum didasarkan pada acuan yang lebih adil.

Usulan Kenaikan Upah Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

Menurut DPP K-SBSI, penetapan upah minimum seharusnya dilakukan dengan memperhatikan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai dasar. "Kami mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah agar mempertimbangkan kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)," ungkap Hendrik Hutagalung, S.H., Sekretaris Jenderal DPP K-SBSI. Diharapkan dengan pendekatan ini, kebijakan yang dibuat lebih responsif terhadap kondisi riil para pekerja.

Desakan Otonomi Daerah dalam Penetapan Upah Minimum

DPP K-SBSI juga meminta pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada gubernur, bupati, dan wali kota untuk menentukan kenaikan upah minimum sesuai dengan situasi ekonomi di daerah masing-masing. Dalam pernyataan tersebut, disebutkan bahwa kebijakan upah minimum yang terlalu sentralistik tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan buruh di seluruh wilayah Indonesia.

Permintaan Penurunan Pajak dan Harga Sembako

Selain isu upah, DPP K-SBSI juga meminta pemerintah mengambil langkah yang lebih proaktif dalam menjaga kesejahteraan buruh melalui kebijakan penurunan pajak dan pengendalian harga kebutuhan pokok. "Kami meminta kepada Pemerintah untuk menurunkan pajak dan harga sembako," kata Johannes Dartha Pakpahan, mengungkapkan keresahan buruh terhadap tingginya biaya hidup.


Dengan pernyataan sikap ini, DPP K-SBSI berharap pemerintah segera mempertimbangkan masukan dari serikat buruh untuk membuat kebijakan yang lebih seimbang dan berkeadilan bagi para pekerja. Mereka juga menyerukan agar Dewan Pengurus Daerah dan seluruh anggota Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia di berbagai wilayah terus mengawal dan mengawasi proses kenaikan upah minimum tahun 2025 hingga ke sektor-sektor di tingkat daerah.

"Seluruh Dewan Pengurus Daerah dan unsur Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia agar dapat mengawal kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 serta untuk sektor," tambah Hendrik Hutagalung.

DPP K-SBSI menegaskan bahwa kenaikan upah minimum bukan hanya soal angka semata, tetapi menyangkut kehidupan layak yang diharapkan oleh para buruh di tengah tantangan ekonomi yang kian berat. Oleh karena itu, mereka menyerukan kepada seluruh elemen pemerintahan agar memperhatikan aspirasi buruh dan mengambil langkah-langkah yang pro-rakyat dalam kebijakan ekonomi ke depan.