Hak-Hak Karyawan yang Di-PHK dan Prosedur Pengunduran Diri Menurut UU Ketenagakerjaan
Buruh Asahan - Pemutusan hubungan kerja (PHK) memang menjadi hal yang cukup berat, baik bagi karyawan maupun perusahaan. Namun, kenyataannya, terkadang PHK tidak bisa dihindari karena beberapa kondisi tertentu. Dalam kasus ini, penting bagi karyawan untuk memahami hak-hak yang mereka miliki.
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, pengusaha diwajibkan memberikan sejumlah hak kepada karyawan yang terkena PHK, termasuk uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH). Berikut adalah penjelasan hak-hak karyawan yang terkena PHK dan juga hak karyawan yang memilih untuk mengundurkan diri.
Uang Pesangon dan Ketentuan PHK
Jika karyawan di-PHK, perusahaan wajib memberikan pesangon sesuai masa kerja. Berdasarkan aturan terbaru, perhitungan pesangon adalah sebagai berikut:
- Masa kerja kurang dari 1 tahun, berhak mendapatkan 1 bulan upah.
- Masa kerja 1-2 tahun, berhak mendapatkan 2 bulan upah.
- Masa kerja 2-3 tahun, berhak mendapatkan 3 bulan upah, dan seterusnya hingga masa kerja 8 tahun atau lebih yang berhak mendapatkan 9 bulan upah.
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) diberikan berdasarkan lama bekerja. Semakin lama masa kerja karyawan, semakin besar jumlah UPMK yang akan diterima. Misalnya, bagi karyawan dengan masa kerja 3-6 tahun, mereka akan menerima UPMK senilai 2 bulan upah. Sedangkan untuk masa kerja 24 tahun atau lebih, UPMK yang diberikan adalah 10 bulan upah.
Uang Penggantian Hak (UPH) meliputi beberapa komponen:
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
- Biaya atau ongkos pulang bagi karyawan dan keluarganya ke tempat penerimaan kerja.
- Hak-hak lain yang tercantum dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
Namun, ketentuan pemberian pesangon ini juga dibedakan berdasarkan alasan PHK yang diajukan oleh perusahaan. Sebagai contoh:
- Jika PHK disebabkan pengambilalihan perusahaan atau perusahaan melakukan efisiensi bukan karena kerugian, karyawan berhak atas pesangon satu kali ketentuan beserta UPMK dan UPH.
- Jika PHK dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian terus-menerus selama dua tahun atau lebih, pesangon hanya diberikan sebesar 0,5 kali ketentuan.
- Jika karyawan terkena PHK karena memasuki usia pensiun, perusahaan diwajibkan memberikan pesangon sebesar 1,75 kali ketentuan, UPMK, dan UPH.
PHK juga bisa terjadi karena kondisi force majeure atau keadaan memaksa, misalnya bencana alam atau pandemi yang membuat perusahaan tidak bisa beroperasi normal. Dalam hal ini, perusahaan wajib memberikan pesangon sebesar 0,75 kali ketentuan.
Hak Karyawan yang Mengundurkan Diri
Pengunduran diri atau resign memiliki ketentuan yang berbeda dari PHK. Jika karyawan memilih untuk mengundurkan diri atas kemauan sendiri, UU Ketenagakerjaan mengatur beberapa syarat yang harus dipenuhi:
- Karyawan wajib mengajukan surat pengunduran diri secara tertulis setidaknya 30 hari sebelum tanggal mulai resign.
- Karyawan tidak terikat ikatan dinas.
- Karyawan tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal efektif pengunduran diri.
Jika semua syarat ini dipenuhi, maka karyawan yang resign berhak atas uang pisah dan UPH. Besaran uang pisah ini ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (PKB). Jadi, perusahaan tetap berkewajiban memberikan kompensasi tertentu meskipun karyawan mengundurkan diri.
Pengunduran Diri Karena Paksaan
Ada kalanya perusahaan secara halus atau terang-terangan memaksa karyawan untuk mengundurkan diri. Dalam kasus ini, karyawan dapat mengajukan bukti bahwa pengunduran diri tersebut terjadi karena paksaan dari pihak perusahaan. Jika berhasil dibuktikan, surat pengunduran diri bisa dianggap tidak sah, dan karyawan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk menuntut hak-haknya. Gugatan ini dapat mencakup tuntutan untuk mendapatkan pesangon yang seharusnya diterima karyawan jika mereka di-PHK secara sepihak oleh perusahaan.
Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Jika terjadi perselisihan antara karyawan dan perusahaan, misalnya terkait pengunduran diri paksa atau hak-hak PHK yang tidak dipenuhi, karyawan dapat menempuh proses hukum. Proses penyelesaian ini dimulai dengan perundingan bipartit, di mana karyawan dan perusahaan berunding untuk mencapai kesepakatan. Jika perundingan bipartit tidak berhasil, maka perselisihan dapat dilanjutkan ke perundingan tripartit. Perundingan tripartit melibatkan pihak ketiga sebagai fasilitator yang membantu menyelesaikan konflik, dan biasanya dilakukan melalui mediasi atau konsiliasi.
Apabila mediasi dan konsiliasi juga tidak membuahkan hasil, langkah terakhir adalah membawa kasus ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Di pengadilan ini, karyawan dapat mengajukan bukti-bukti mengenai pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan, termasuk alasan dan kondisi yang melatarbelakanginya.
Kesimpulan
Baik di-PHK atau mengundurkan diri, karyawan berhak mendapatkan hak-hak tertentu yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. Jika karyawan di-PHK, perusahaan wajib membayar pesangon, UPMK, dan UPH sesuai ketentuan. Namun, jika karyawan mengundurkan diri atas kemauan sendiri, mereka hanya berhak atas uang pisah dan UPH, dengan catatan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Jika karyawan merasa pengunduran diri dilakukan karena tekanan atau paksaan, mereka dapat mengajukan gugatan ke PHI.
Memahami hak-hak ini penting agar karyawan dapat melindungi diri mereka dalam situasi PHK atau pengunduran diri. Hal ini juga memberi kejelasan bagi perusahaan untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam menangani hubungan kerja.