Langkah Hukum bagi Karyawan Jika Pesangon Tidak Dibayarkan Sesuai Ketentuan

Langkah Hukum bagi Karyawan Jika Pesangon Tidak Dibayarkan Sesuai Ketentuan


Buruh Asahan - Bagi karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa mendapatkan pesangon yang sesuai ketentuan, penting untuk memahami opsi hukum yang tersedia. Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, besaran pesangon dan kompensasi lainnya ditentukan oleh masa kerja, dengan ketentuan yang juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021. Jika perusahaan melanggar ketentuan ini, pekerja berhak menempuh jalur hukum untuk memperoleh haknya.


Ketentuan Pesangon Berdasarkan Masa Kerja

Sesuai dengan ketentuan dalam PP No. 35 Tahun 2021, besaran pesangon dan penghargaan masa kerja bagi pekerja yang di-PHK berbeda-beda tergantung pada lama masa kerjanya. Misalnya, untuk masa kerja kurang dari satu tahun, pekerja berhak atas satu bulan upah. Sementara, bagi yang telah bekerja selama delapan tahun atau lebih, karyawan berhak atas pesangon sebesar sembilan bulan upah.

Selain pesangon, terdapat pula kompensasi lain berupa "uang penghargaan masa kerja" yang juga diberikan berdasarkan durasi kerja. Sebagai contoh, pekerja dengan masa kerja tiga hingga enam tahun berhak menerima dua bulan upah sebagai uang penghargaan. Sedangkan bagi mereka yang sudah bekerja selama 24 tahun atau lebih, uang penghargaan yang diberikan mencapai 10 bulan upah.

Di samping pesangon dan penghargaan masa kerja, ada pula kompensasi penggantian hak yang wajib diterima oleh pekerja saat di-PHK, seperti sisa cuti tahunan, biaya pulang, dan hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja.


Proses Penyelesaian Jika Perusahaan Tidak Membayar Pesangon

Jika perusahaan tidak membayarkan pesangon atau kompensasi lain sesuai ketentuan, ada beberapa tahapan penyelesaian yang bisa ditempuh karyawan. Berikut langkah-langkah yang dapat diambil untuk menuntut hak pesangon:

Somasi atau Teguran Tertulis

Langkah pertama yang disarankan adalah memberikan somasi atau teguran tertulis kepada perusahaan. Somasi ini mengacu pada ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata, berisi dasar hukum dan perhitungan yang benar mengenai pesangon sesuai aturan. Somasi juga sekaligus bisa berupa undangan untuk pertemuan bipartit antara kedua belah pihak.

Pertemuan Bipartit

Jika somasi tidak menghasilkan tanggapan yang memadai, langkah selanjutnya adalah melakukan pertemuan bipartit dengan pihak perusahaan. Bipartit ini diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan pertemuan ini seharusnya dilangsungkan dalam waktu maksimal 30 hari kerja. Jika tidak ada kesepakatan atau perusahaan menolak berunding, maka pertemuan dianggap gagal dan berlanjut ke langkah berikutnya.

Mediasi atau Tripartit Melalui Disnaker

Jika pertemuan bipartit gagal, karyawan dapat membawa perselisihan tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat untuk proses mediasi tripartit. Mediator yang ditunjuk akan mencoba menyelesaikan perselisihan dalam waktu maksimal 30 hari kerja. Apabila salah satu pihak tidak bersedia menyelesaikan melalui mediasi, mediator wajib mengeluarkan anjuran tertulis dalam 10 hari kerja sejak sidang pertama.

Mengajukan Tanggapan terhadap Anjuran Mediator

Jika salah satu atau kedua belah pihak tidak setuju dengan anjuran tertulis dari mediator, maka pihak tersebut harus menyampaikan tanggapan dalam waktu 10 hari kerja setelah menerima anjuran. Tanggapan ini dapat berupa penerimaan atau penolakan. Jika tidak ada tanggapan, pihak yang diam dianggap menolak anjuran.

Pembuatan Perjanjian Bersama (Jika Sepakat)

Dalam proses mediasi tripartit, jika tercapai kesepakatan, maka pihak-pihak yang berselisih dapat membuat Perjanjian Bersama (PB) yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial

Jika proses mediasi dengan Disnaker tidak menghasilkan kesepakatan, maka karyawan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Pengadilan ini akan memberikan putusan yang bersifat final dan mengikat bagi kedua belah pihak.


Sanksi bagi Perusahaan yang Tidak Membayar Pesangon

Perusahaan yang tidak membayarkan pesangon sesuai ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif. Sanksi tersebut berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha. Sanksi administratif ini bertujuan menegakkan hak-hak pekerja yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah.


Pentingnya Memahami Hak sebagai Pekerja

Dalam situasi pemutusan hubungan kerja, penting bagi pekerja untuk mengetahui hak-hak yang seharusnya diterima. Pemahaman ini tidak hanya memberikan ketenangan, tetapi juga melindungi karyawan dari potensi pelanggaran hak oleh perusahaan. Bagi perusahaan, kepatuhan terhadap ketentuan pesangon dapat membantu menjaga reputasi dan menghindari konflik berkepanjangan dengan mantan karyawan.

Jika terjadi PHK, selain uang pesangon, kompensasi tambahan seperti uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak juga seharusnya diberikan. Pekerja sebaiknya memastikan apakah ketentuan ini telah dijalankan perusahaan sesuai peraturan yang berlaku.